18
Nov

Lelaki Dari Khurosan dan Dinar Yang Hilang

“Engkau telah menyebutkan ciri-cirinya dengan benar. Aku yakin, engkaulah pemiliknya.” Pedagang dari Karkh.

Kisah ini disebutkan oleh At-Tanukhi dalam Al-Faraj Ba’da Asy-Syiddah (2/368-372).

Ubaidullah bin Muhammad Al-Abqasyi menceritakan pengalaman seorang pedagang dari kota Karkh yang waktu itu berada di Baghdad. Pedagang tersebut bercerita,

“Aku bekerja pada seorang saudagar di kota Khurasan. Setiap musim, aku menjualkan dagangannya dan dari usaha ini, aku mendapatkan keuntungan ribuan dirham. Suatu ketika, dagangannya datang terlambat, dan hal itu mempengaruhi kondisi ekonomiku, dan menjadi ujian bagiku. Aku kemudian menutup tokoku.

Aku hanya duduk santai di rumah untuk menghindari orang yang menagih piutangnya padaku. Hal ini aku lakukan selama empat tahun. Ketika musim haji tiba, aku mencari-cari kabar berita tentang saudagar dari Khurasan itu. Hal itu kulakukan demi memperbaiki kondisi ekonomiku.

Aku pergi ke pasar Yahya, tetapi aku tidak mendapatkan kabar beritanya. Aku pun kembali dan singgah di kota. Aku lelah dan sangat berduka.

Di suatu hari yang terik, aku turun ke sungai Dajlah. Setelah mandi, aku naik ke daratan. Tanah yang menjadi pijakan kaki pun basah. Secara tak sengaja, kakiku menyingkap pasir di tepian sungai. Ternyata di dalamnya terdapat sebuah kantong. Setelah memakai baju, aku masih duduk memikirkan kantong itu. Aku kemudian menariknya dari dalam onggokan pasir.

Kubuka kantong itu, ternyata di dalamnya berisi uang dinar dalam jumlah banyak. Kusembunyikan kantong itu dibalik bajuku dan aku pulang ke rumah. Setelah kuhitung, jumlahnya mencapai 1000 dinar. Aku berusaha menguatkan hatiku. Aku berjanji kepada Allah Azza wa Jalla jika keadaan ekonomiku membaik, aku akan mengembalikan kantong itu kepada orang yang bisa menyebutkan ciri-cirinya.

Kusimpan kantong itu dengan baik. Sebagian uang di dalamnya kugunakan untuk melunasi hutang. Kubuka kembali tokoku, dan aku kembali melakukan usaha dagang dan keagenan. Tidak ada tiga tahun, kekayaanku telah mencapai angka ribuan dinar.

Ketika musim haji tiba, aku menghampiri rombongan jamaah haji untuk mencari orang yang pernah merasa kehilangan kantong itu. Namun aku tidak menemukan pemiliknya. Aku pun kembali ke toko. Saat aku sedang duduk di dalam toko, datanglah seorang laki-laki. Dia berdiri di depan tokoku.

Laki-laki itu berpakaian lusuh, rambutnya berdebu dan kumisnya panjang. Dari raut muka dan pakaiannya, sepertinya ia berasal dari Khurasan. Karena menganggapnya sebagai seorang pengemis, aku mengambil beberapa uang dirham untuk diberikan kepadanya. Namun, ia bergegas meninggalkan toko.

Sejenak aku ragu, lalu aku berdiri dan menyusul laki-laki itu. Setelah kuamati, aku yakin jika dia adalah saudagar dari Khurasan yang beberapa tahun lalu memberikan keuntungan beribu-ribu dirham dalam kegiatan dagang dengannya,

“Tuan, apa yang terjadi denganmu?”

Aku menangis karena iba melihat kondisinya yang memilukan ini. Dia kemudian menangis juga, dan berkata,

“Ceritanya panjang.”

Kuajak ia singgah di rumahku. Kusuruh dia mandi dan kuberi pakaian yang bersih dan juga makanan. Setelah itu, kutanyakan kabarnya. Lelaki Khurasan itu berkata,

“Kamu tahu betul keadaan dan kekayaan yang kumiliki. Pada akhir tahun, aku pergi ke Baghdad, setelah itu melanjutkan perjalanan untuk berhaji. Walikota berkata kepadaku, Aku punya yaqut merah segenggam tangan, yang berharga mahal. Yaqut ini hanya pantas dikenakan oleh seorang khalifah. Ambillah, lalu juallah di Baghdad!

Gunakanlah uang hasil penjualannya untuk membelikanku beberapa perhiasan, minyak wangi dan hadiah ini dan itu. Kemudian berikan sisanya kepadaku.”

Lelaki Khurasan itu melanjutkan, “Aku ambil yaqut itu dari si walikota, Yaqut itu memang seperti yang dikatakan olehnya. Kemudian aku simpan pada sebuah kantong dari kulit. Kantongnya memiliki ciri-ciri seperti ini.” la menceritakan ciri-ciri kantong kantong yang kutem ukan. “Di dalam kantong itu aku simpan uang 1000 dinar.”

Laki-laki itu melanjutkan, “Aku ikatkan kantong itu pada pinggangku. Sesampainya di kota Baghdad, pada suatu sore aku berenang di sebuah pulau dekat dengan pasar Yahya. Kutinggalkan pakaian dan kantong itu di suatu tempat yang bisa kuamati dari tempatku. Pada saat matahari tenggelam, aku keluar dari sungai dan mengenakan pakaianku. Namun, aku lupa mengambil kantong uangku. Aku baru teringat pada keesokan harinya.

Aku segera mencarinya, namun tak berhasil menemukannya kembali. Seakan ia lenyap ditelan bumi, Aku anggap itu musibah kecil saja. Dalam pikiranku, aku bisa mengganti batu yaqut itu dengan uang sebesar 3000 dinar.”

Aku pun melanjutkan perjalanan untuk ibadah haji. Sepulang haji, kuhitung bekalku, dan kubeli seluruh barang yang dipesan oleh walikota. Aku kembali ke kotaku. Seluruh yang kubelanjakan kuberikan kepada walikota. Kukabarkan padanya musibah yang telah menimpaku. “Ambillah uang 3000 dinar ini sebagai ganti batu yaqutmu yang hilang!”

Ternyata ia adalah sosok manusia yang camak. la mengatakan, “Batu yaqut itu harganya 50.000 dinar.” Setelah itu ia menangkapku, dan menyita seluruh harta kekayaanku. Dia melakukan berbagai tindakan yang tidak menyenangkan, sehingga ia bersumpah akan mengambil seluruh harta kekayaanku.

Dia juga memenjarakanku selama tujuh tahun. Selama itu pula ia memberikan siksaan yang tak terperi. Setelah hukumanku berjalan tujuh tahun, masyarakat mulai mempertanyakan apa yang dilakukannya kepadaku. Maka setelah itu ia membebaskanku.”

Aku merasa tak nyaman tinggal di kota itu. Aku juga tidak sanggup menanggung hinaan yang dilakukan oleh para musuh. Kutinggalkan kotaku dengan tujuan menghilangkan kemiskinanku. Aku tak tahu harus ke mana. Aku menemui jamaah haji dari Khurasan. Aku ikuti jalan mereka, namun aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Akhirnya kuputuskan untuk menemuimu dan memperbincangkan masalah yang kuhadapi ini.

Aku (Pedagang dari Karkh) katakan kepadanya, “Allah telah mengembalikan sebagian hartamu yang hilang. Kantong yang kau sebutkan ciri-cirinya ada padaku. Di dalamnya terdapat uang sebesar 1000 dinar. Aku telah berjanji kepada Allah, aku akan mengembalikan kantong itu kepada orang yang bisa menceritakan ciri-cirinya. Engkau telah menyebutkan ciri-cirinya dengan benar. Aku yakin, engkaulah pemiliknyal”

Aku berdiri, lalu mengambil kantong dan menyerahkannya pada laki-laki itu. Di dalamnya terdapat uang sebesar 1000 dinar. Aku katakan kepadanya, “Dengan uang sebesar ini, engkau bisa hidup di Baghdad. Dengan izin Allah, engkau tidakakan mengalami kesulitan ekonomi di sana.”

“Tuanku, benarkah kantong itu ada pada tuan. Kantong itu tak pernah dipegang oleh orang lain?” tanyanya kepadaku.

“Iya.”

Laki-laki itu pingsan karena kegirangan. Kukira ia telah mati karenanya. Setelah siuman sesaat kemudian, ia berkata kepadaku,

“Di mana kantong itu?”

Aku pun mengambil kantong itu, lalu kuserahkan kepadanya. la meminjam pisau, maka aku pun mengambil pisau yang dia minta. Setelah itu ia merobek bagian bawah kantong, dan mengeluarkan batu yaqut merah.

Cahayanya nyaris menerangi seluruh rumah dan menyilaukan mataku. Lelaki Khurasan itu berterima kasih dan mendoakanku. Aku katakan kepadanya, “Ambillah uang dinarmu.” Dia bersumpah tak akan mengambil uang itu, kecuali sekedar yang digunakannya untuk biaya perjalanan.

Setelah menghitung-hitung, ia kemudian memutuskan untuk mengambil 300 dinar. Sisanya diserahkan kepadaku. Laki-laki itu menginap di rumahku hingga rombongan haji dari Khurasan tiba. la melanjutkan perjalanan bersama rombongan haji tersebut.

Setahun kemudian, laki-laki itu datang kembali di tempat biasanya dia menyediakan barang dagangan untukku.

”Ceritakanlah kabarmu?” pintaku kepadanya.

la menjawab, “Aku telah menjelaskan apa yang kualami kepada penduduk kotaku. Kutunjukkan kepada mereka batu yaqut milik walikota. Para tokoh masyarakat menemaniku menghadap walikota, dan menceritakan kisahku kepadanya. Mereka menuntut agar walikota memperlakukanku dengan adil. la ambil batu yaqutnya, dan mengembalikan seluruh hartaku yang pernah disitanya, baik perhiasan maupun tanah. la juga memberiku hadiah yang diambil dari harta pribadinya.”

la mengatakan, “Maafkan aku atas siksaan dan gangguan yang aku timpakan kepadamu”

Aku kemudian memaafkannya.

Lelaki Khurasan itu melanjutkan, “Kemakmuranku kembali lagi seperti sedia kala. Aku kembali berdagang dan bekerja. Semua ini adalah berkah karunia Allah kemudian keberkahanmu.” Kemudian setelah itu dia mendoakanku. Setelah peristiwa itu, laki-laki itu sering mengunjungiku sampai ia meninggal dunia.

[ Ibnu Abdil Bari El-‘Afifi, 155 Kisah Langka Para Salaf ]